Pengertian Tradisi Lisan
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki beragam tradisi yang diwariskan oleh para leluhur pada zaman dahulu. Tradisi tersebut ada yang berupa tradisi lisan dan tradisi yang bukan lisan. Sesuai dengan namanya, tradisi lisan diwariskan melalui lisan dengan cara turun-temurun sehingga tradisi tersebut melekat dan menjadi kebudayaan serta ciri khas masyarakatnya. Tradisi tersebut dalam ilmu pengetahuan dikenal dengan istilah folklore
Folklore merupkan bagian dari kebudayaan suatu masyarakat yang tersebar luas dan diwariskan dengan cara turun-temurun, baik dengan lisan maupun contoh yang disertakan dengan gerakan yang mengisyaratkan atau alat bantu pengingat di antara kolektif jenis apa saja, berdasarkan tradisi dalam berbagai bentuk. Folklore secara umum terbagi menjadi tiga kelompok besar, yakni folklore lisan (verbal folklore), folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), dan folklore bukan lisan (non-verbal folklore) (Danandjaja, 1997: 21).
Tradisi lisan bersinonim dengan istilah folklor lisan, yaitu suatu adat kebiasaan yang secara turun-temurun dijalankan oleh suatu kelompok masyarakat tertentu untuk menyampaikan suatu pesan dalam bentuk lisan (bahasa lisan) kepada masyarakat generasi penerus. Ong (dalam Sumitri, 2016: 5-6) menyatakan bahwa tradisi lisan merupakan kelisanan suatu budaya yang sama sekali tidak tersentuh oleh pengetahuan apapun mengenai tulisan atau cetakan sebagai kelisanan primer. Tradisi lisan ini mencangkup cerita rakyat, legenda, mite, serta sistem kognasi (kekerabatan) asli yang lengkap, yang dijadikan sebagai contoh sejarah, pelaksanaan hukum, peraturan yang menjadi kebiasaan, dan pengobatan (Roger dan Pudentia dalam Endraswara, 2013: 200).
Dalam
tradisi lisan terdapat hal-hal berupa (1) perihal susastra lisan, (2)
teknologi tradisional, (3) segala sesuatu yang diketahui mengenai folk
di luar pusat istana atau kota metropolitan, (4) bagian-bagian dari
religi dan keyakinan mengenai folk di luar batas formal agama-agama
besar, (5) kesenian folk di luar pusat-pusat istana dan kota
metropolitan, dan (6) peraturan atau adat (Hutomo, 1991: 11).
Ciri-ciri Tradisi Lisan
Ciri-ciri Tradisi Lisan
Tradisi
lisan memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dengan jenis
kebudayaan lainnya. Ciri-ciri umum tradisi lisan ialah; (1) pewarisan
dan penyebaran dilakukan secara lisan; (2) memiliki sifat menurut
tradisi; (3) terdapat bentuk dan varian yang berbeda; (4) tidak
diketahui pengarang atau penciptanya atau bersifat anonim; (5) memiliki
bentuk yang berpola; (6) memiliki kegunaan (fungsi) bagi kehidupan
kolektifnya; (7) memiliki logika tersendiri (di luar logika umum atau
pralogis); (8) merupakan milik bersama suatu masyarakat; dan (9)
bersifat polos dan lugu (Danandjaj, 1997: 3—4). Meskipun tradisi lisan
dituliskan dan dibukukan, tidak akan mengubah statusnya sebagai tradisi
lisan. Suatu folklore tidak akan hilang identitasnya apabila telah
diterbitkan baik dalam bentuk tulisan ataupun bentuk rekaman selama
diketahui bahwa tradisi tersebut berasal dari peredaran lisan
(Danandjaja, 1997: 5).
Bentuk-bentuk Tradisi Lisan
Brunvand (dalam Endraswara, 2013: 200), membagi folklor lisan atau tradisi lisan ke dalam beberapa bentuk (genre), antara lain: 1) folk speech atau ragam tutur rakyat atau bahasa rakyat seperti logat, julukan, jabatan tradisional, dan gelar kebangsawanan; 2) ungkapan tradisional, meliputi peribahasa, pepatah, dan pameo; 3) teka-teki atau pertanyaan tradisional 4) puisi rakyat yang meliputi gurindam, pantun, dan syair; 5) cerita prosa rakyat (legenda, dongeng, dan mitos), serta 6) nyanyian rakyat
Sumber:
Danadjaja, James. 1997. Folklore Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Pustaka
Utama
Grafity.
Endraswara, Suwardi (ed). 2013. Folklor Nusantara Hakikat, Bentuk, dan Fungsi. Yogyakarta:
Penerbit Ombak
(Angota IKAPI).
Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutiara yang
Terlupakan; Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: HISKI Jatim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar